Rabu, 04 Maret 2009

UniEropa


Asww
Uni Eropa dikabarkan akan melakukan pertemuan dengan para petinggi Hamas di Damaskus dalam beberapa hari mendatang. Quds Press mengutip sumber-sumber yang tidak mau disebut namanya menyebutkan, delegasi Uni Eropa akan bertemu dengan kepala biro politik Hamas, Khalid Mishaal untuk membicarakan hubungan Uni Eropa dan Hamas.

Sumber-sumber itu juga mengatakan bahwa tim Uni Eropa akan mendengarkan pandangan-pandangan Hamas atas sejumlah persoalan Palestina, termasuk rencana dialog antar faksi di Palestina untuk membentuk pemerintahan bersatu dan masalah gencatan senjata dengan Israel.

Belakangan ini, sejumlah tokoh dan anggota parlemen Eropa menyerukan agar Uni Eropa menghapus nama Hamas dari daftar "organisasi teroris". Mereka melakukan kampanye dan mengumpulkan tanda tangan untuk mendukung seruan agar Hamas tidak lagi dimasukkan ke dalam daftar "organisasi teroris".

Hamas Kritik Pertemuan Clinton-Abbas

Sementara itu, Hamas menilai tidak ada kemajuan berarti dari hasil pertemuan antara Menlu AS Hillary Clinton dan Pemimpin Fatah yang juga Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas yang berlangsung di Ramallah, Tepi Barat hari Rabu kemarin.

Juru Bicara Hamas Fawzi Barhoum menyatakan, pertemuan itu hanya kedok untuk menutupi kejahatan yang dilakukan Israel di Jalur Gaza dan memberikan legitimasi pada Abbas untuk tetap berkuasa di Palestina meski masa jabatan Abbas sudah habis sejak bulan Januari lalu.

"Tidak ada yang baru dari pertemuan Abbas-Clinton. Pernyataan-pernyataan dari para diplomat AS menunjukkan tidak ada perubahan dari kebijakan AS terutama mengenai isu-isu Palestina meski Presiden Barack Obama berusaha menunjukkan bahwa ingin melakukan pendekatan yang berbeda," tukas Barhoum.

Ia menegaskan, Abbas dan Clinton seharusnya menyatakan menghormati hasil pemilu di Palestina yang dimenangkan Hamas, seperti mereka menyatakan menghormati hasil pemilu di Israel. Barhoum menilai AS masih menerapkan standar ganda. Di satu sisi, Clinton menyatakan bersimpati atas nasib warga Palestina terutama di Jalur Gaza tapi pada saat yang sama, pemerintah AS memberikan bantuan persenjataan dan bom-bom pada Israel untuk membunuh rakyat Palestina.

Selain itu, AS juga tidak melakukan tindakan nyata untuk membantu menghentikan pembangunan pemukiman-pemukiman ilegal yang dilakukan oleh Israel. Padahal AS tahu betul tindakan Israel itu telah melanggar hukum internasional dan merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan. (ln/IkhWeb/PIC)

Ragukan


Asww
Meskipun tertarik untuk menduetkan tokohnya Hidayat Nur Wahid dengan Jusuf Kalla, PKS masih meragukan soliditas Partai Golkar. Kendati Ketua Umum DPP PG sudah menyatakan kesiapannya untuk dimajukan sebagai capres, PKS melihat suara pengurus PG di pusat masih belum satu.

Presiden PKS Tifatul Sembiring masih melihat suara di pusat PG masih terpecah-pecah antara yang mendukung JK, Sultan, maupun yang tetap menginginkan JK berduet dengan SBY. ''Secara mesin organisasi, Blok J (Jusuf Kalla) memang cukup bagus. Tapi dari sisi suara di pusat Partai Golkar, belum pasti,'' ujarnya saat diskusi di Kantor DPP PG di Jakarta, Selasa (3/3).

Sejauh ini, ujarnya, koalisi maupun duet capres dan cawapres antar parpol masih belum jelas. Semua masih menunggu hasil pemilu legislatif. Namun kemunculan Blok J dinilainya sebagai hal yang menarik. Apalagi ke depan persoalan ekonomi, martabat bansa, dan masalah lainnya makin besar. Diperlukan koalisi untuk mengatasi masalah-masalah berat itu.

Dengan kenyataan itu, menurut Tifatul, sulit bagi parpol untuk menggalang koalisi sebelum pileg. Mau tak mau, koalisi baru bisa ditentukan setelah perolehan suara masing-masing partai diketahui. ''Kalau sekarang ibarat membeli kucing dalam karung,'' katanya memberikan perumpamaan.

Menurut Tifatul, partainya bisa saja berkoalisi dengan PG atau PDIP. Pengalaman di pilkada, koalisi dengan banyak partai pernah dialami PKS. Ia yakin ditubuh PDIP maupun PG banyak terdapat tokoh-tokoh reformis yang siap sama-sama memajukan bangsa. ''Untuk Partai Golkar, secara institusi harus jelas, ada satu dukungan massa yang riil bekerja untuk itu (mendukung JK),'' imbuhnya.

Tifatul rupanya bercermin pada pengalaman 2004 ketika Wiranto maju sebagai capres dari PG. Ia melihat kader PG tidak total mendukung Wiranto yang maju setelah melalui konvensi. Apalagi sekarang muncul figur Sultan dan Akbar Tanjung yang siap menyaingi JK. ''Saya melihat masih belum satu suaranya di PG,