Senin, 15 Desember 2008

JUMAT


Asww.

Pertanyaan ass.ana di christmas island,karena musim libur, banyak orang muslim keluar,sementara hari jumat, tapi masyarakat muslim kurang dari 40 orang,apakah bole kita mengadakan sholat jumat kurang dari 40 orang tolong dg dalil kalau ada,syukron.wassalam.

Jawaban Segala puja dan syukur kepada Allah Swt dan shalawat salam untuk RasulNya.

Berkenaan dengan shalat jum’at, mayoritas ulama’ mengatakan bahwa hukum shalat jum’at adalah fardlu ain, yaitu kewajiban yang berlaku bagi setiap masing-masing individu muslim laki-laki, balig, berakal, sehat dan muqim (bukan musafir). Hal itu didasari firman Allah Swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli (QS. Al-Jumuah:9)

Dan diantara syarat sahnya shalat jum’at adalah dilakukan dengan berjama’ah. Semua ulama’ sepakat mengenai hal itu. kerena seruan shalat jumat yang ada dalam ayat tersebut menggunakan kata jama'. Namun yang menjadi perbedaan pandangan adalah berapa jumlah jama’ah untuk sahnya shalat jumat?.

Abu Hanifah berpendapat bahwa shalat jum’at sah dilakukan minimal tiga orang selain dari imam (empat orang termasuk imam). Alasannya adalah karena arti jama’ yang benar adalah tiga keatas / minimal tiga. Hal ini karena firman Allah yang berbunyi ”fas’au ilaa dzikrillah” menggunakan khitab / panggilan untuk jama’ah, dan jum’at sendiri adalah bagian dari pecahan kata jama’ah / banyak. dengan demikian, karena jama’ artinya adalah minimal tiga, maka jumlah jama’ah jum’at minimal terdiri dari tiga orang.
Adapun Imam Malik, berpendapat bahwa shalat jumat harus dihadiri paling tidak dua belas orang, pada waktu khutbah dan shalatnya. Hal ini didasari oleh satu riwayat dari Jabir, bahwa Rasulullah Saw suatu ketika sedang menyampaikan khutbah jum’at, tiba-tiba datang kafilah dagang (unta denga segala dagangan yang diatas punggungnya) dari negeri Syam, maka orang-orang (jama’ah shalat jum’at) pergi mendatangi rombongan kafilah dagang itu, dan hanya tersisa dua belas orang saja, maka turunlah firman Allah Surat al-Jumuah ini. Dan imam malik mensyaratkan, bahwa jumlah dua belas orang itu adalah penduduk setempat, bukan musafir yang singgah. Dan disyaratkan pula keberadaan dua belas orang ini harus sejak awal khutbah sampai salam / selesai shalat.
Sedangkan Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal berpandangan bahwa shalat jumat harus dihadiri minimal empat puluh orang termasuk imam, dari penduduk setempat. Jika kurang dari empat puluh, maka tidak sah dilakukan shalat jumat. Pendapat ini didasari dengan adanya satu riwayat yang menyebutkan bahwa shalat jumat pertama kali yang dilakukan di Madinah, dihadiri oleh empat puluh orang. Demikian juga yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari hadits Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah Saw menjama’ shalat di Madinah, dan jumlah kaum muslimin sebanyak empat puluh orang.

Itulah pendapat-pendapat ulama’ yang menjelaskan tentang masalah jumlah jama’ah shalat jum’at. Mereka telah melakukan yang terbaik sebagai seorang ulama’ yang bertugas untuk melakukan ijtihad, usaha sungguh-sungguh menggali hukum, dan menjelaskan nya kepada umat. Dan setiap mereka insya-Allah telah mendapatkan pahalanya disisi Allah Swt.

Dari pandangan-pandangan di atas, bisa dikatakan, bahwa semua sepakata bahwa shalat jum’at memang menuntut adanya jama’ah, artinya tidak sah shalat jumat dilakukan dengan sendirian, namun makna jama’ah itu sendiri yang paling tepat adalah kembali kepada ’urf / kebiasaan. kebiasaan dimana komunitas kaum muslimin disuatu tempat melakukan shalat jum’at, atau disuatu daerah dimana seseorang berkumpul untuk melakukan shalat jumat dan layak untuk disebut sebagai sebuah jama’ah shalat jumat. Jika hal itu terlaksana, terlepas dari berapa jumlah mereka, maka shalat jum'at itu telah terlaksana dengan sah.
Dan alasan lain adalah, kerena memang tidak ada dalil secara qath’i / pasti yang menetapkan atau menegaskan mengenai jumlah tertentu untuk jama’ah shalat jum’at. Jika jumlah shalat jum’at tersebut harus berjumlah tertentu, tentu hal itu tidak akan ditinggalkan penjelesannya oleh Rasulullah Saw, apatah lagi hal itu menyangkut sah dan tidaknya sebuah ibadah.

dengan demikian, sebagai kesimpulan bahwa, shalat jum'at tidak harus dilakukan / dihadiri minimal empat puluh orang, dan sebaliknya tidak bisa juga dilakukan dengan sendiri, yang pasti harus dilakukan dengan berjama'ah, dan jama'ah itu sendiri kembali kepada urf/kebiasaan yang ada dalam komunitas masyarat muslim itu, selama perkumpulan mereka patut untuk disebut sebagai jama'ah, maka sah untuk melakukan shalat jum'at. Wallahu a’lam.